Salah satu konsesi perkebunan sawit di Kabupaten ketapang provinsi Kalimantan Barat yang sudah di lakukan land clearing, Dokumentasi oleh Link-Ar Borneo |
Mengutip dari Direktorat Pajak dan Kementrian keuangan Indonesia, Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah
kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak terutang, penghapusan
sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di
bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan
sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh
tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.
Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi kedalam 3 (tiga) periode, yaitu:
- Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
- Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
- Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 201
- Kebijakan Amnesti Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara. Kebijakan Amnesti Pajak juga tidak akan diberikan secara berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan Amnesti Pajak tidak akan diberikan lagi.
- Kebijakan Amnesti Pajak, dalam penjelasan umum Undang-Undang Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan Undang-Undang ini.
- Ikut serta dalam Amnesti Pajak juga membantu Pemerintah mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
Mari kita lihat, Kasus Panam Papers pada waktu lalu sempat mengguncang situasi politik di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Belanda, Australia, Austria termasuk Indonesia. Namun yng membedakan antara Indonesia dan negara lainnya adalah Indonesia menjadikan Kasus Panama Papers menjadi pintu masuk bagi pengesahan RUU Tax Amnesty.
Negara yang harusnya hadir dan melindungi aset-aset negara dari pengemplangan pajak yang terjadi malah kini melindungi sang pengemplang pajak dengan mengesahkan RUU Tax Amnesty dengan alasan pengesahan undang-undang tax amnesty menjadi pintu masuk bagi investasi-investasi besar yang akan hadir di Indonesia.
Secara gamblang dan jelas bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan tak kurang dari 14 perusahaan migas yang ditengarai belum menyelesaikan kewajiban membayar pajak senilai Rp1,6 triliun.Selainitu,sejak tahun 2008 Indonesia Corruption Watch (ICW) mengumumkan 33 perusahaan migas yang bermasalah dengan pajak yang diperkirakan senilai USD583 juta.
Berdasarkan data publikasi ICW per 24 Mei 2011, dari 33 perusahaan migas yang disinyalir belum menuntaskan kewajiban pajak, terdapat 10 perusahaan dengan tunggakan pajak terbesar. Di antaranya, posisi teratas bercokol CNOOC SES Ltd sebesar USD94,2 juta, menyusul Conocophilips (Grissik) sekitar USD84,7 juta di puncak kedua. Petrochina bercokol di level ketiga (USD62,9 juta), lalu berturut-turut Mobil Exploration Indonesia (USD62,9 juta),VICO (USD42,9 juta), ExxonMobil Oil Indonesia Inc (USD41,7 juta), Premier Oil (USD38,3 juta),dan BP West Java Ltd (USD35,1 juta).
nah sekarang mari kita coba hitung-hitungan cara menggunakan tax amnesty.
Pengusaha A memiliki utang Pajak kepada negara sebesar Rp100 Miliar. Harta pengusaha A per 31 Desember 2015 Rp2 Triliun dan Harta yang dilaporkan sesuai SPT 2015 Rp1,5 Triliun. Bilamana pengusaha A melakukan deklarasi dan repatriasi atas harta bersihnya (Rp2 triliun dikurangi Rp1,5 triliun = Rp500 miliar) pada periode 1 Oktober hingga 31 Desember 2016, maka tarif uang tebusannya adalah 3%. Maka uang tebusan yang harus dibayar adalah 3% x (Rp500 miliar – Rp100 M) = Rp12 miliar.
Dari ilustrasi diatas dapat tergambarkan secara singkat adalah, apabila anda melakukan penunggakan pajak sebesar 100 Miliar maka anda hanya akan membayar hutang pajak kepada negara sebesar 12 Miliar, berarti negara memiliki pemasukan yang SANGAT BESAR dari tax amnesty ini.
so adilkah tax amnesty??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar