Jumat, 22 Juni 2018

Ketika Kaum Pekerja Mulai Hanyut Dengan Arus Kapitalisme


Ketika Kaum Pekerja Mulai Hanyut Dengan Arus Kapitalisme


  

                                                                Picture taken from : google.co.id
“Kaum Pekerja”, ya istilah ini kemudian saya gunakan dalam tulisan kali ini dikarenakan telah terjadi pergeseran makna pada kata “Buruh”. Di Indonesia kata “Buruh” merujuk pada pekerja kasar seperti pekerja pabrik, buruh tani, pekerja perkebunan dan lain-lain. Namun pada dasarnya yang dimaksud buruh adalah kaum pekerja secara umum. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang bersifat umum, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Artinya secara umum istilah buruh yang digunakan di Indonesia sebenarnya merujuk kepada kaum pekerja.
Di dalam hubungan industrial tentulah terdapat dua pihak yang terlibat yaitu pemodal dan pekerja. Hubungan industrial ini yang kemudian memunculkan hubungan simbiosis mutualisme, dimana pemodal mendapatkan hasil dari penjualan barang atau jasa yang di produksi para pekerja, dan para pekerja mendapatkan upah dari lelah keringat mereka. Hubungan ini haruslah terjadi dalam kerangka harmonis dan romantis, dimana kedua belah pihak saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Bagaikan sepasang kekasih yang sedang memadu biduk cintanya. Namun, biduk cinta itu kemudian seakan musnah di kala sang pemilik modal mulai menunjukkan keserakahannya. Terjebak dalam pengaruh kapitalisme yang mulai tumbuh berkembang di para pemilik modal yang kemudian menjadikan retaknya hubungan romantisme tersebut. Pada era kapitalisme ini, para pekerja mulai kehilangan kebebasan individual karena telah dirampas oleh system yang telah melingkupinya. Mereka tidak memiliki waktu, tenaga, serta keinginan sendiri karena dipenjara oleh system yang diterimanya sebagai sebuah kenyataan.
Kehausan dan kelaparan para pemilik modal menyebabkan para pekerja terus menerus di tindas. Jam kerja berlebih dengan upah lembur yang tidak layak, jaminan hari tua yang hanya mimpi, cuti untuk bersama keluarga yang hanya menjadi fatamorgana serta upah yang dianggap tidak layak. Hal tersebut merupakan masalah umum yang di hadapi kaum pekerja di Indonesia. Namun permasalahan tersebut kemudian seolah-olah menjadi permasalahan pokok yang di hadapi oleh kaum pekerja di Indonesia. Lihat saja, kini banyak seriakat-serikat pekerja yang terbentuk di Indonesia kemudian menyuarakan hal serupa pada setiap tuntutan mereka pada tanggal 1 mei (mayday). Namun kemudian mulai muncul pertanyaan apakah permasalahan tersebut merupakan permasalahan pokok yang dihadapi? Atau hal tersebut sengaja diciptakan sehingga para kaum pekerja melupakan permasalahan yang sebenarnya harus mereka perjuangkan?. Mari kita mulai untuk menganalisa dan merenung sejenak.
Dalam teori ekonomi karl marx tentang nilai lebih (surplus value), sekeras apapun buruh berkerja, hal itu tidak akan mampu membuatnya kaya dan sejatera. Sebaliknya, pemilik modal yang hanya mengeluarkan sedikit keringat bisa terus menikmati hasil kerja buruh. Dari teori tersebut, kita harusnya kemudian mulai melihat disekitar kita akan kenyataan dan fenomena yang terjadi. Mari mulai menambil contoh, para pekerja di pabrik adidas misalnya belum tentu memiliki upah yang sama dengan hasil separuh dari produk adidas yang mereka hasilkan dalam satu hari, atau bahkan mereka tidak benar-benar mampu membeli produk yang mereka hasilkan sendiri dari tangan mereka. Juga mari lihat buruh pabrik mobil Toyota, apa sang buruh memiliki upah yang sama atau separuh dari nilai jual 1 unit mobil Toyota yang mereka hasilkan, atau para buruh kemudian mampu membeli mobil yang mereka produksi di pabrik Toyota. Disisi lain kehidupan para pemilik modal terus menerus bergelimang harta, jas yang mereka kenakan mungkin harganya sama dengan 1 bulan gaji para pekerja mereka, atau rumah yang dimiliki oleh sang pemilik modal harganya sama dengan 20 tahun gaji sang pekerja. Anaknya kemudian dapat mengenyam pendidikan hingga pendidikan tinggi di sekolah dan universitas terfavorit di dunia, tetapi sang anak buruh bahkan untuk memimpikan masa depan mereka masih belum berani untuk memandangnya. Istri sang pemilik modal dapat bersolek dan pergi kesalon untuk perawatan yang sangat berkelas, sementara itu para istri para pekerja juga sibuk bekerja di pabrik lainnya atau menjadi buruh cuci untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.
Para pekerja merupakan ujung tombak penggerak bagi pemilik modal dalam mendapatkan keuntungan dalam usaha produksi. Namun para pekerja atau yang kini mereka sebut buruh masih dipandang sebagai barang yang kapan pun mereka bisa ganti tnapa kompensasi apapun. Mari melihat jumlah total pekerja atau buruh yang ada di Indonesia, berdasarkan data dari BPS Indonesia tahun 2017 terdapat ±72 juta buruh atau tenaga kerja yang bergerak di semua sektor. Begitu besar jumlah buruh atau tenaga kerja di Indonesia yang seharusnya kemudian juga menjadi perhatian baik dari pemerintah atau pihak investor. Para pekerja tak lagi hanya di pandang sebagai barang atau mesin yang bila tak produktif bisa mereka depak kapanpun mereka mau, pemerintah juga harus menempatkan persoalan pekerja menjadi persoalan utama dan tak hanya memandang buruh atau pekerja hanya sebgai manusia kelas bawah yang hanya butuh upah.
Perlindungan kesehatan, jaminan hari tua, cuti serta peningkatan kapasaitas merupakan hak buruh dalam bekerja. Para Pekerja perlu mendapatkan hak mereka terlebih mereka telah memenuhi tanggung jawab mereka sebagai pekerja. Setiap serikat pekerja juga mesti menyadari akan perjuangan buruh bukan hanya soal persoalan upah, bukan hanya persoalan jaminan kesehatan, tetapi bagaimana para kaum pekerja atau buruh dengan leluasa mendapatkan keadilan dari hasil produksi yang merekea lakukan, bagaimana para buruh atau pekerja mendapatkan tempat setara dengan para pemodal, karena para pekerja atau buruh adalah rantai utama produksi.
Bersatulah kaum Pekerja!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar