Selasa, 22 November 2016

Realita dan Wisata

Berkas:Montage of Surabaya.jpg
Ketika kita berwisata kesebuah kota besar maka didalam benak kita melihat sesuatu yang disebut dengan kemegahan dan kemewahan. Katakanlah ketika saya menyebut Jakarta atau Bali atau Surabaya. Eum...ketika kita berwisata kesana tentunya banyak orang akan menyarankan anda untuk pergi berwisata ketempat-tempat yang indah, cantik, megah atau tempat dimana anda sejenak melepaskan penat dengan melihat pemandangan sekitar. Eum....itu yang selalu banyak orang akan lakukan dan orang lain bayangkan, namun saya memiliki cerita berbeda dan yeah sedikit nyeleneh dari orang kebanyakan. mari kita mulai.....
Surabaya, siapa yang tak kenal dengan kota terbesar kedua yang ada di Indonesia ini. Kota pahlawan lebih dikenal dan sebutan yang melekat pada kota ini. Kota dengan heroik kepahlawanan pada masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, kota yang menjadi pusat dari provinsi jawa timur. Apa yang anda fikirkan ketika saya menyebutkan kota ini. Pasti wisata sejarah, atau wisata religi karena surabaya juga dikenal sebagai pusat berkembangnya Islam ditanah jawa. Namun saya melihat sisi lain dari kota ini. "Kemiskinan".....ups maaf. mungkin agak sedikit ironis atau sedikit nyeleh dari tujuan wisata orang kebanyakan ya, hehe tak apa lah, mungkin ini agak menarik. 
Dikota ini banyak saya temui orang-orang yang menjadi korban dari berkembangnya sebuah kota metropolitan di negeri ini. Sungai yang kotor, sampah berserakan mungkin juga menjadi pemandangan sehari-hari yang kita dapatkan di kota metropolitan sekelas Surabaya. Ditengah panasnya surabaya yang megah di sebuah bus kota yang yah sudah cukup tua sepertinya, ada dua orang gelandangan yang menghiasi gerobak mereka dengan bendera merah putih yang sudah lusuh dan ups maaf ada bendera salah satu partai juga loh di situ hehehe. Mungkin kita sudah biasa mendengar kata gelandangan di kota besar namun kali ini sangat berbeda, sepasang gelandangan ini berada tepat di sebuah industri rokok besar yang ada di surabaya, Gudang Garam (maaf nyebut merk). Sebuah pemandangan yang kontras dimana sebuah industry besar dengan bangunan megah berdiri puluhan dan mungkin lebih namun, di depan pagar tepat di hidung mereka sepasang gelandangan luntang lantung tak ada yang perduli atau membantu. 
Eum...Realita negeri ini kembali terkuak, di dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 mengatakan bahwa "tanah air dan udara di kuasai oleh negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". yah, undang-undang hanya sekedar undang-undang, tak lah seperti realita yang terjadi, tak lah seperti realita yang ada. Kini sang penguasa tidur dikasur empuk, makan makanan yang enak, menikmati fasilitas seperti mobil dan lain-lain bahkan dengan bangga memamerkan foto-foto rekreasi bersama keluarga keluar negeri. Apa yang aneh? ya aneh sekali karena saat rakyat harus bejuang untuk hidup, bahkan dengan sepenuh jiwa raga berkorban demi kemanjuan bangsa dengan menjadi kuli di tanah dimana mereka di lahirkan tak sedikitpun penghargaan dari negara ini mereka terima, tak sedikitpun pemimpin di negeri ini benar-benar memikirkan rakyatnya, euhm ya hingga kapan situasi ini akan berlangsung, mungkin hingga rakyat muak dan melawan, tak seorang pun tahu. yang perlu diberikan catatan adalah, negeri ini tak lah sebesar nama dan gaungnya di luar negeri, bangsa ini sakit dan bangsa ini butuh perubahan karena sistem negara ini korup dan bobrok. 


Surabaya, 22 November 2016
salam perjuangan